Senin, 10 Agustus 2009

BAGIAN KESATU BAB III: KEBUSUKAN SISTEMATIS dan KRISIS MORAL


BAB III

KEBUSUKAN SISTEMATIS dan KRISIS MORAL

Demokrasi kita yang penuh paradoks sehingga menjadikan perabadan kekuasaan -parpol-Pemerintah dan DPR/D mengalami kebusukan secara menyeluruh dan sistematis, telah memberi gambaran suramnya perdaban bangsa yang sedang mengais-ngais kehidupan dengan penuh ketidak pastian. Itu yang kini melanda lebih 100 juta manusia Indonesia di pertanian, nelayan, pedagang kecil dan koperasi PLUS 40 juta penganggur. Sedangkan elit Pemerintah, anggota dewan, elit parpol dan kroni-kroni pengusaha elit yang jumlahnya kurang 10 juta orang hidup sangat berkemewahan. Rakyat memberikan amanat (kepercayaan) kepada parpol yang dikuasai elit, namun dikhianati. Kaum cendekia & akademis, kelemahan struktural yang memungkinkan terciptanya kondisi tersebut karena rakyat (kita) tidak mengorganisir diri dan mengontrol secara sistematis.

Namun demikian, kita perlu mawas diri, mengapa kendali diri manusia kehilangan dalam mengerem keserakahan dan berkhianat pada rakyat ? Pada awal masa Reformasi, hanya kaum Ulama Islam yang menkgritisi bahwa akar utama krisis yang dialami rakyat Indonesia adalah kemerosotan Moral dan Akhlaq manusia. Setelah reformasi berjalan 4 tahun, barulah kaum akademisi dan cendikia sadar dan memahami bahwa krisis moral menjadi akar masalah krisis ekonomi Bangsa. Kaum cendekia masih membutakan diri (mata, telinga & hati) atas sikap manipulasi, penyimpangan, kebejatan moral, yang dilakukan elit penguasa koruptor Orba beserta jaringan Nepotisme dan Kroni pengusaha dalam mencuri / maling kekayaan / harta/ uang negara. Dan kini, setelah Neo-KKN melanda lebih luas pasca Orde Baru, barulah kaum cendekia memahami krisis moral melanda elit penguasa-kroni pengusaha-anggota dewan & para anggota keluarga elit parpol. Prof.Dimayati Hartono (tokoh senior PDIP) yang telah keluar dari PDIP, karena tidak tahan nuraninya menyaksikan kiprah & sepak terjang para elit PDIP di DPR atau Pemerintah, kini lebih banyak bicara krisis moral sebagai sumber penyakit yang dialami bangsa Indonesia.

III.A Kebusukan : Pengkhianatan Atas Amanat Rakyat

Menjelang pelaksanan pemilu tahun 2004, muncul parade dan kampanye anti Politisi Busuk oleh para seniman, mantan aktifis dan para pakar. Kebusukan seolah hanya dilakukan oleh para politisi parpol, sehingga kampanye dikerucutkan pada pemusatan kader-kader parpol besar berkuasa. Bahkan sudah mulai muncul penyimpangan sasaran, bahwa para politisi busuk mencakup para Kyai / Ulama yang beristri lebih seorang. Agenda kampanya anti politisi busuk memang menampakkan kebangkitan kesadaran rakyat yang baik untuk menjelang munculnya Politisi untuk kehidupan negara yang lebih bersih. Namun kebusukan harus dicermati dan kemudian dirumuskan konsep Kebusukan dalam kerangka yang lebih sistematis dan konstruktif untuk menjelang Kesehatan demokrasi, politik, ekonomi dan Pemerintahan mendatang bagi kemajuan rakyat mendatang.

Kebusukan dalam konteks yang dilakukan oleh manusia dalam kancah demokrasi dan politik, pada hekakatnya adalah sikap-tindakan berkhianat dalam bentuk: mengingkari rakyat, korupsi, melakukan kejahatan yang dilakukan tidak saja oleh para kader parpol, elit parpol di Pemerintah tetapi juga yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintah (Birokrasi) yang telah berjalan dalam waktu panjang baik staf, pejabat eselon 1 hingga eselon IV. Namun demikian, untuk menggalang dan mencapai peradaban yang lebih baik dari hasil Pemilu 2004, agenda kebusukan mestinya kita galang sebagai operasi serempak selain melakukan penolakan pada politisi busuk, juga melakukan amputasi kebusukan yang melanda Pemerintahan: di Birokrasi, BUMN dan Lembaga Tinggi Negara bahkan juga dalam Sistem Kepegawaian Negeri (BAKN).

Berkhianat dapat berarti sikap-tindakan untuk kepentingan mementingkan diri sendiri dan kelompok / kroni / sanak familinya atas mandat & amanat yang diperoleh dari rakyat, namun juga sikap-tindakan yang mengingkari-merugikan rakyat banyak, bahkan merugikan bangsa dan negara untuk skala yang lebih luas. Konsep dan definisi kebusukan demikian menjadi masalah pokok atas situasi-kondisi kemiskinan akibat kebijakan ketidak adilan dan korupsi ~ dialami oleh lebih 160 juta rakyat Indonesia ~ oleh sikap-tindakan para Elit Parpol dan Pemerintahan beserta kroninya, sejak Orde Baru hingga kini. Apabila pengkhianatan ini dilakukan dengan kolaborasi asing dari Blok Barat, akan memiliki implikasi pelemahan-pembodohan dan pemiskinan terhadap bangsa Indonesia yang latent dalam jangka panjang, melalui alasan privatisasi BUMN. Hal ini mengingat penguasaan kekuatan Global Barat menjadi kekuatan sistemik melalui MNCs, Jaringan perusahaan dagang liberal, jaringan Keuangan dan Kreditor, Perusahaan eksplorasi Migas & Tambang dan kini masuk sebagai Stake Holder BUMN.

Konteks tindakan khianat oleh elit Pemerintah ~ khususnya tingkat Menteri atau Kepala Badan / Lembaga Tinggi Negara selain menimbulkan dampak kerugian yang sangat besar pada negara, namun juga menimbulkan dampak kerusakan sistemik pada rakyat (fisik, mental, fikiran) secara latent ~ melalui Kebijakan yang Diskriminatif. Sikap dan tindakan elit ini merupakan tindakan pelanggaran terhadap HAM yang maha dahsyat dalam peradaban bangsa, dengan pokok-pokok Hak Azasi Manusia menurut deklarasi HAM sedunia 1948 sbb:

· Manusia harus terbebas dari rasa takut,

· Manusia terbebas dari penyiksaan,

· Manusia terbebas dari diskriminasi (diskriminasi sosial, politik dan ekonomi).

Dengan demikian, kebusukan yang ada dan yang mungkin dilakukan oleh elit parpol-pejabat Pemerintah-BUMN, yang telah melakukan diskriminasi terhadap hak rakyat dalam memperoleh kesempatan usaha, kredit bank, proyek dlsb, adalah merupakan tindakan pelanggaran HAM yang maha besar pada rakyat. Konyolnya banyak para pakar yang telah terlibat dalam pembenaran ilmiah dalam strategi kebijakan Pemerintah yang telah melakukan diskriminasi usaha ekonomi pada pribumi kita yang mencapai lebih 120 juta jiwa, kini berbalik lidah-pandangan, seolah kebusukan hanya oleh elit parpol dan militer TNI.


Sudah saatnyalah kita harus sadar dan bangkit, kebusukan sistemik yang masih ada dan masih menjerat bangsa-negara kita – adalah dalam jantung dan urat nadi yang mengalirkan keuangan negara (darah perekonomian) mencapai lebih Rp.1.000 triliun (seribu trilliun lebih) – berupa pajak yang dimaling, migas ditilep, mark-up kontrak pengadaan listrik swasta, BLBI yang dirampok, penipuan penjualan BUMN & asset BPPN, ikan yang dicuri, APBN yang dikutil dlsb. Kebusukan sistemik tersebut, masih mengalirkan sampah kekayaan dan kemewahan para elit pengusaha & kroni pengusaha, sejak Orde Baru hingga masa Megawaty dan kini SBY.

Bagaimana sistem pengkhianatan-kebusukan yang menjadikan rakyat kita miskin ? Uraian berikut membahasa cara kerja dan liku-liku kebusukan.


III.B. Keterlibatan Sistem Birokrasi Dalam Kebusukan Sistemik

Marilh kita teliti dan jeli, bahwa pergantian Legislatif dan Rezim yakni Pucuk Pemimpin Nasional sebagai Kepala Pemerintahan, ternyata tidaklah merubah kebusukan sistemik yang telah terbangun. Struktur Birokrasi Pemerintah yang demikian besar dan badan usaha yang dimiliki Negara serta pajabat-pegawai yang menjalankan, harusnya kita kaji secara cermat, bagaimana sistem kebusukan terbangun sebagai Konspirasi-Kolaborasi yang saling terkait – baik horisontal, vertikal bahkan antar Instansi / Departemen. Bahkan manakala ancaman pembersihan (penegakan hukum) hendak dijalankan menumpas korupsi, konsiprasi diperluas dengan melibatkan orang-orang kuat (dari militer atau elit partai) untuk menekan, mengancam dan menumpas balik operasi penegakan hukum. Kebusukan sistemik yang berjalan selama ini dapat kita urai sbb:

1. Konspirasi sejak perencanaan untuk memperoleh alokasi dana pembangunan APBN dari Pemerintah Puss kepada Pemerintah Daerah melalui pos ABT, DAU, DAK. Jaringan yang terlibat dalam konspirasi pemerolehan dana melalui Departemen Teknis – Badan Perencanaan – Ditjen Anggaran Depkeu – Panitia Anggaran DPR. Sejak awal, Pemerintah daerah harus mengemis dan merogoh kocek dana “pra-operasional” dan bahkan menanda tangani komitmen fee dengan sponsor (swasta kontraktor / mitra Pemda). Apabila diasumsikan nilai Anggaran Pembangunan mencapai Rp. 350 triliun, dan komitmen fee sekitar 10% untuk pusat, selanjutnya fee untuk Pimpro & Pejabat terkait 15%, berarti terdapat kebocoran 25% atau senilai Rp. 87,5 triliun. Untuk anggaran rutin – dapat dikutil dari Belanja Barang – dengan korupsi sekitar Rp.15 per tahun. Jaringan demikian, tetap saja marak dalam 4 Pemerintahan terakhir.

2. Konspirasi dalam manipulasi Pajak dilakukan dengan adanya Sistem Penghitungan Sendiri (Self Assesment Pajak) oleh Wajib Kena Pajak dan Restitusi, sehingga memungkinkan adanya Penghitungan Pajak yang lebih rendah (Under Valued). Dalam realita, pejabat & petugas pajak melakukan konspirasi dengan wajib pajak untuk membayar lebih rendah lagi – dengan imbalan dari selisih yang tidak terbayarkan kepada Kantor Pelayanan Pajak. Dengan demikian ada 2 (dua) sumber kebocoran : Under Valued dan Pembayaran Lebih Rendah. Untuk masalah pajak, Mantan Menteri perencanaan Nasional (Ketua Bappenas) "Kik Kian Gie" bahkan memperkirakan adanya manipulasi / kebocoran sebesar Rp.240 trilliun / tahun.

3. Dalam bidang sumber daya alam, khususnya Migas terjadi konspirasi dalam Pengeboran minyak mentah /gas alam, Sistem Administrasi, Pemuatan dan Penangkutan yang areanya tersebar sebagian besar di Off-Shore – oleh Pertamina. Dapat dibayangkan, lingkup pekerjaan migas adalah dunia keras, di tengah laut dan melibatkan jaringan yang terbangun sejak lama. Menko Ekuin-Dr.Dorodjatun Kuntjorojakti memperkirakan kebocoran / manipulasi migas mencapai Rp.154 triliun tiap tahun. Bahkan, pengusaha dan pejabat masa lalu masih bercokol kuat dalam lingkup Pertamina.

4. Badan Usaha Milik Negara mencapai 130 buah lebih, dengan total asset lebih dari Rp.10.000 triliun ~ dengan penilaian yang Fair-Independen. Sektor usaha yang dilakukan adalah komoditi / jasa strategis untuk kebuhan rakyat secara nasional, mulai produk sbb: Industri logam dasar-strategis (besi baja, kereta, kapal, pesawat, fabrikasi), pertanian (perikanan, sawit, the) industri petro-kimia (pupuk, semen, PVC, polyethine), utilitas (listrik, PDAM, telekomunikasi), jasa (hotel, transportasi, catering), keuangan (Bank, Asuransi), prasarana (Jalan, Airport, Pelabuhan) dlsb. Memimpin dan membawahi BUMN berarti sudah menguasai 70% kekayaan negeri – sebab sebagai Menteri BUMN berarti sebagai Pejabat yang Berwenang Utama mewakili Pemerintah dalam Pemegang mayoritas saham BUMN. Penggantian Direksi dan Persetujuan Strategis BUMN (misal penjualan saham) harus memperoleh persetujuan Meneg BUMN. KKN dalam BUMN terbangun sejak awal perencanaan: dalam Investasi-pembangunan (pabrik) hingga Pembelian bahan baku yang pada umumnya sudah di Mark-Up. Produksi-pengemasan, Distribusi, Administrasi Keuangan (Reporting). Perputaran usaha BUMN sudah melewati angka Rp.1.000 triliun / tahun. Kini dengan alasan Privatisasi, saham BUMN akan dijual kepada swasta ~ yang proses pelelangannya banyak bernuansa KKN, dan kolaborasi sistemik kepemilikan BUMN yang memiliki resiko kedepan yang harus dikaji serius yakni:


q Pemegang saham baru menyetor dana untuk membeli saham, implikasinya sebagai Pemilik memiliki Hak dalam Penetapan Tarrif, Sistem Manajemen, Penetapan Teknologi, hingga Rencana Penjualan Produk,

q Mengapa Opsi penjualan saham BUMN tidak ditawarkan kepada kombinasi Pegawai BUMN dan / serta Rakyat Indonesia – yang dapat secara kolektif termobilisasi dana ?. Hal ini mengingkari azas keadilan sosial & kedaulatan: rakyat adalah pemegang saham utama – Bukan Meneg BUMN / Presiden RI.


BUMN dalam bidang perbankan (BNI, Bank Mandiri, BRI, BTN, BNI’46) adalah Bank yang beroperasi sebagai Bank Umum dan sebagai Penyalur Kredit Program, yakni dari alokasi Pemerintah untuk mendukung program yang ditetapkan oleh Pemerintah, misalnya UKM – Koperasi. Alokasi kredit BUMN-Bank kepada rakyat pribumi nampak tidak memiliki komitmen serius dalam penyaluran dan realisasinya mempersulit UKM, dengan alasan Klasik : UKM tidak profesional dan memiliki resiko besar kredit macet. Ketidak seriusan yang menonjol untuk mencangkis alasan tersebut adalah: Mengapa BUMN Bank Pemerintah tidak merencanakan / mengadakan Kerjasama Sistemik dengan Kalangan Profesional atau Dunia Perguruan Tinggi dalam upaya Pengawasa, Kontrol serta Usaha Supervisi / pendampingan usaha UKM ?. Bank Indonesia dan BUMN Bank Pemerintah, telah mengingkari kepada rakyat Indonesia dalam komitmennya mendukung Keadilan dan Dukungan untuk Kemajuan Rakyat. Bank Pemerintah justru lebih banyak memberikan Kemudahan Kredit bagi pengusaha Non-Pri dalam skala besar (raksasa yang kini terbukti mengalami masalah sangat besar-yang harus disadari & diakui : Banyak terlibat KKN sistemik dalam penyaluran kredit yang menimbulkan masalah kemacetan tersebut (Bank Exim, BDN, Bappindo dan Bankyang 51% saham dikuasai BI) .

5. Dalam bidang kelautan, telah terjadi pencurian hasil ikan yang sangat besar dengan nilai melebihi Rp.17 trilliun (statement Prof. Dr.Dorodjatun K-Menko Ekuin), namun apabila dikaji secara cermat nilai pencurian dapat melebihi nilai Rp.25 trilliun. Pencurian ikan dilakukan dalam bentuk 3 variasi sbb:

ü Pencurian ikan secara Fisik oleh kapal-kapal asing ILLEGAL tanpa kolaborasi dengan internal dalam negeri,

ü Pencurian oleh Kapal Asing Illegal dengan kolaborasi dengan penangkkap dalam negeri, selanjutnya dijual kepada Super Tanker yang akan melakukan pengiriman keluar dengan Izin Resmi,

ü Penangkapan Ikan oleh Perusahaan Indonesia Patungan Asing (PMDN-PMA) dengan 2 bentuk pencurian : Jumlah kapal yang beroperasi melebihi jumlah yang terdaftar dan dengan pelaporan lebih rendah (under valued) atas hasil tangkapan ikan.

Mengawasi penangkapan ikan di lautan yang sangat luas, khususnya di wilayah laut Arafuru dengan keterbatasan armada laut oleh TNI-AL dan Ditjen Perikanan, memungkinkan pencurian lolos dan kolaborasi pengawasan. Apalagi mengingat Ikan kini memiliki nilai jual tinggi, maka tindakan penyuapan dengan uang tunai yang cukup menggiurkan dan menggoda aparat pengawas – sebagaimana halnya konspirasi pelaporan Pajak.

6. Kasus penjebolan (maling) dana BLBI yang dilakukan oleh para Konglomerasi non-pribumi dilakukan dalam proses yang panjang sejak 1989 –1997. Mudahnya BLBI dijebol adalah melalui skenario Paket Kebijakan Deregulasi sektor Perbankan dan Keuangan – yakni melalui Paket Kebijaksanaan Deregulasi Oktober 1988 (Pakto’88) dan Paket Kebijaksanaan Desember (Pakdes’88), semasa Menteri Keuangan dibawahi Dr.BJ Sumarlin. Isinya: pendirian bank baru dipermudah untuk memperbesar penyaluran dana kredit Bank dengan modal disetor hanya R. 2 miilar dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah. Selanjutnya, penarikan BLBI juga digampangkan, baik melalui Bank baru atau melalui Bank yang telah ada. Realisasinya, dialirkan dana besar dari Bank Indonesia mencapai Rp.800 trliun lebih dan sebagian besar 70% lebih diserap oleh pengusaha Non-Pri – dan yang macet melebihi Rp.400 miliar dibawah Gubernur Dr.Adraianus Mooy dan diteruskan Dr.Sudradjat Djiwandono). Komando Ekuin oleh Radius Prawiro sebagai Big Father. Kemudian terkenal dengan trio-RMS. Kini, setelah macetpun, proses pembayaran kembali jauh dibawah kewajiban yang harus dibayarkan hanya terkumpul 30%. Konspirasi dan kebusukan proses penarikan dari BI dan pembayaran kembali yang dikelola BPPN sungguh sangat hebat. Sumber manipulasi dan penjebolan dapat dikategorikan sbb:


6.a. Penggelumbungan nilai pengajuan kredit konglomerat dari dana BLBI sebagaimana yang diajukan oleh Edy Tansil dalam pabrik Golden Key Group senilai 1,3 trilliun yang sebenanrnya hanya penyetelan rangka-rangka besi tua senilai 100 miliar, dan masih ada 100 lebih proposal serupa dengan agunan tanah di wilayah selatan P.Jawa yang harga per meter RP.5.000 m2 dinaikkan menjadi Rp.100.000 / m2. Sehingga Proyek yang diajukan banyak terbukti berupa lahan & pabrik bernilai rendah. Dari 100% dana kredit yang diterima, diperkirakan maksimal yang dipergunakan hanya 30%, sebesar 15% untuk komisi para pihak (pejabat bank, pejabat menteri dlsb) dan sisanya disimpan sebagai harta pribadi debitur Bank. kasus Bank BHS-Hendra Rahardja (Kakak Edy Tansil) lebih menyedihkan, kabur dan dilindungi Australia dan total assetnya tinggal Rp.80 miliar, sedang kewajibannya lebih Rp.2 triliun- atau 25 kali lipat dibandingkan 2 kasus Bulog.


6.b. Kini setelah macet penerima kredit BLBI diberi kesempatan membayar kembali rata-rata 28-30% dari kewajiban pokok+bunga, plus X% Fee konspirasi para pejabat BPPN. Debitur masih memiliki sisa dana dari pembelian asset dan dana simpanan. Sedangkan yang benar-benar macet karena nilai jualnya hanya 10% dari kewajiban, diobral. Untuk asset debitur yang bernilai bagus, dijual dibawah nilai dibandingkan para peminat lain atau harga pasar, selisihnya sebagai fee untuk para elit pejabat dan kekuasaan.


6.c. Konyolnya: kita disuguhi parade penegakan hukum penegakan Korupsi Bulog Rp.80 miliar yang seolah mengharu-birukan peradaban kita, melanda tokoh pribumi Akbar Tanjung dan Gus Dur. Inilah satu parade manipulasi kasus korupsi yang sangat membodohkan rakyat – oleh sebagian Konspirasi Pers, Partai Politik, Para pakar (ekonom, hukum dll) dan LSM serta Lembaga-aparat Penegak Hukum (polisi, Kejaksaan, Kehakiman dingga MA). Mana upaya serius mengejar Edy Tanzil dan Hendra Rahardja ?. Mana pengungkapan asset tandus di selatan P.Jawa yang dimark-up 20 kali lipat ?.

7. Kebusukan sistemik perampokan kekayaan negara dalam praktek tingkah laku sehari-hari dibarengi dengan suguhan-upeti Wanita Penghibur yang Cantik-Sexy kepada para Pejabat (Bank, Kementerian, anggota Dewan dlsb). Oleh para Debitur konglomerat. Tingkah laku maksiat dengan wanita ini sebagai pelicin pengkhianatan pada Isteri, dan selanjutnya pengkhianatan pada Lembaga kewenangannya untuk membuat berbagai keputusan: mulai persetujuan kredit, manipulasi tindak kejahatan, penjualan-pembelian kembali harga murah dlsb. Budaya bejat moral ini semakin marak dan meluas hingga kini. Buktinya: tingkat Hunian Hotel berbintang 4 dan 5 makin ramai dibooking tamu para Elit-Negarawan, tapi makin sepi oleh tamu asing mancanegara. Kemewahan makin marak dipertontonkan oleh para Elit-Keluarga & Kroni, padahal kinerja ekonomi makin nasional makin melorot. Pejabat makin banyak berisitri lebih dari satu, sejak pengaruh kekuasaan Bu Tien berhenti.

8. Konspirasi manipulasi-korupsi-kebusukan sistemik yang menguras kekayaan negara dalam jumlah besar tiap tahun, juga dirancang sistem perlindungan oleh Pers Cetak, Media TV dan para Pakar / Akademik yang bisa dibayar, untuk pembenaran yang salah, menutupi-membelokkan dengan bom issue lai, memutar balikkan, counter image dan bahkan membangun Image yang hebat atas kebusukan tersebut sebaliknya. Kita ingat bagaimana Laks.Soedomo-mantan Pangkopkamtib membela PT.Golden Key Group (Edy Tanzil) sebagai penyelamat untuk penciptaan peluang kerja. Kalau kita cermati isi (menu) siaran media TV, sebagian besar memabukkan rakyat dengan hiburan yang merusak akal & bangkitkan nafsu.

9. Konspirasi berikutnya harus dibangun dengan Parpol, untuk menjaga dan melindungi konspirasi sistematis yang terbangun diatas, dari kemungkinan Pengungkapan kembali atau Agenda Penegakan Hukum dalam masa Pemerintahan berikutnya hasil Pemilu mendatang. Kita saksikan, dalam demokrasi politik Pemilu 1999 dan Pemilu 2009 muncul kiprah dan peran mantan elit pejabat Pemerintah, kroni pengusaha,orang baru yang dikendalikan kekuatan lamai dan oleh elit Pemerintah-Politisi yang masih berkuasa kedalam berbagai 43 Parpol Pengikut Pemilu. Mengingat seluruh parpol membutuhkan Pengaruh dan Dana untuk Pemenangan Pemilu, maka sebagian besar parpol bersikap pragmatis dan cepat menangkap masuknya kader politisi kedalam parpol, dengan posisi tawar: masuknya orang-orang tertentu sebagai Calon Jadi dalam penetapan No Urut Calon Legislatif, dengan dukungan (imbalan) berbagai hal: dana, modal, pengaruh dlsb. Oleh sebab itu, kini sebenarnya kapitalisme sudah menguasai partai politik, dan menampakkan munculnya PKI baru ~ Partai Kapitalis Indonesia, atau Partai Koruptor Indonesia, Partai Konspirasi Indonesia. Sehebat apapun seseorang, bagi parpol dinilai dari 2 segi: Pengaruh pada massa dan atau Uang nggak peduli uang dari mana.

Pada akhirnya kita dapat membenarkan Tesis (Adigum) yang menyatakan:

Sepandai-pandai orang menyimpan Kebusukan akan tercium Bau Busuk juga,

Kebusukan untuk konspirasi, akan menimbulkan Konspirasi -Kebusukan berikutnya,

Kebusukan dari Uang Korupsi & Maling untuk Politik Parpol – akan mendorong korupsi- maling dan Peradaban yang Busuk berikutnya yang Labih Besar dan Lebih Luas.



III.C. Krisis Moral Bangsa Indonesia


Implikasi dari adegum, bahwa kebusukan (kejahatan-korupsi) akan membawa dampak kebusukan berikutnya, harus kita kaji akar masalah yang menjadi sumber kebusukan. Hakekat kebusukan dalam konteks demokrasi-politik bernegara, adalah tindak kejahatan (keburukan) perorangan ~ khususnya politisi, pejabat Pemerintah beserta kerabat-kroni / pengusaha ~ yang membawa kerugian dan dampak kerusakan besar dan luas kepada masyarakat. Disebut kebusukan, karena kebusukan tersebut dilakukan illegal (haram) yang sangat sulit untuk diketahui bukti-bukti kejahatan dan secara sembunyi-2. Hasil kejahatan berupa uang / kekayaan yang dibawa perorangan tersebut, sebenarnya dapat kita lihat secara menyolok berupa kemewahan (mobil mewah-rumah mewah, usaha anak-isteri, rekening di bank atas nama anak / isteri dll) yang mencolok melebihi tingkat gaji yang diterimanya.

Seseorang melakukan tindak kejahatan (buruk) berupa korupsi pada hakekatnya dapat juga disebut maling / rampok, yang dilarang menurut hukum Agama (khususnya Islam) maupun hukum positif negara (KUHP). Apabila seorang maling ~ ayam misalnya~ karena kepergok (diketahui) dan ditangkap, biasanya langsung dihajar massa, dengan resiko mati bila tidak diketahui polisi, atau dipenjara kalau diketahui polisi, dengan tujuan agar pencuri kapok dan tidak maling kembali. Pencuri melakukan maling ayam, dapat disebabkan beberapa faktor: tergoda ada ayam berkeliaran, kepepet butuh beras untuk makan, kepepet butuh uang untuk beli minum-ganja-narkoba dlsb atau kebiasaan maling sebagai satu-satunya pekerjaan. Apabila suatu RT atau Kalurahan pernah terdapat pencuri ayam dihakimi massa hingga mati, biasanya RT atau Desa tersebut menjadi wilayah pantangan bagi pencuri karena dianggap daerah ganas. Pencuri ayam kepergok / ditangkap karena mudah dikenal membawa ayam, dan ayam bisanya teriak-teriak waktu ditangkap pencuri yang memudahkan orang lain memergoki dan menangkap.

Ketatnya pengawasan dalam masyarakat dan pengawasan yang dekat antar warga menjadi pengendali maraknya maling ayam atau barang-barang lain, sehingga jumlah dan frekuensi maling dalam masyarakat rendah. Kondisi sosial rakyat kelas ekonomi rendah masih ada kendali moral dari sistem nilai agama yang dianut oleh masyarakat secara umum. Ketaatan beragama (mayoritas Islam) yang masih dijalankan masyarakat bawah, membentuk tata nilai dan budaya masyarakat lebih luas, seperti maling itu jahat dan dilarang (melanggar hukum haram) kalau dilakukan akan menanggung dosa dan hasil malingnya haram dimakan. Kalau sesorang memakan dan memberi keluarga (isteri, anak & famili) barang-barang haram hasil curian / korupsi, akan memiliki dampak buruk pada isteri-anak-famili dikemudian hari yang tidak terduga (sakit, nakal, penuh maksiat, judi, kecanduan obat, konflik keluarga, selingkuh dlsb).

Tetapi bagaimana dengan Koruptor ? Mengapa seseorang melakukan Korupsi ? dan bagaimana mencegah Korupsi ? dan bagaimana masyarakat bisa menangkap koruptor sementara uang yang dimaling membisu atau hanya angka-angka saldo di bank ?. Hingga kini belum ada maling koruptor puluhan milliar hingga trilliunan rupiah dihukum mati.

Mengingat begitu mudahnya uang / barang negara dimaling – karena berceceran dan kurang diawasai (sistem pengawasan rapuh), pencuri / koruptor harta negara sudah menjadi kebiasaan burukpara elit (nilai budaya korup), menjadi konspirasi sistemik Pemerintah-Legislatif-Penegakan Hukum serta Keamanan dan pencuri harta / uang negara tidak pernah yang dihukum berat ~ apalagi dihukum mati. Keadaan budaya korup (maling) diperparah oleh pencegahan-penegakan hukum lemah, danmembangun dampak kerusakan moral yang besar (dugem, maksiat, obat-obatan, pesta pora, foya-2, budaya selingkuh) pada sebagian besar Elit Politisi & Pejabat Pemerintah beserta keluarga, kroni dan kerabat-kerabat mereka. Kerusakan jiwa para elit ini telah membangun budaya moral yang bejat yang dilandasi pada keserakahan & keduniawian / materialisme (harta & hawa nafsu), yang telah menghilangkan sistem / tata nilai (agama atau sistem nilai luhur) dan menghancurkan moral-budaya bangsa Indonesia. Akibatnya, elit politisi-pemerintah sebagian besar larut dalam pementingan diri sendiri dan kelompok (partai), mereka menyingkirkan kepentingan-peran negara-rakyat. Dalam masa era reformasi 4 tahun terakhir, elit politisi-pemerintah sudah berlomba-lomba memupuk kekayaan diri & parpol yang lebih dahsyat dibanding masa Pemerintahan sebelumnya. Setiap usaha kritik – kontrol yang muncul dari Demo atau teguran Dewan, kemudian berlindung dibalik Delik Formal kaidah demokrasi-politik: bahwa elit pejabat Pemerintah adalah pemegang kekuasaan yang sah – yang diperoleh dari Parpol Pemenang Pemilu dari Mandat DPR-MPR. atau DPRD.

Kecenderungan terakhir pada saat-saat berakhirnya Pemerintahan Megawaty 2004, sudah mengulangi kesalahan sejarah masa sebelumnya – tindak kesewenangan Menteri yang telah melakukan agenda terselubung penjualan asset (saham) BUMN strategis, penggantian Manajemen & Komisaris secara sewenang-wenang tanpa mengindahkan AD-ART, Penjualan asset swasta nasional dengan harga murah untuk konspirasi keuntungan, Pelepasan kewajiban dan Pengampunan pengutang kelas kakap, Pembebasan arus masuk bahan pokok kedalam pasar dalam negeri dan dilain pihak, menghancurkan ekonomi petani dan menahan agenda dukungan perekonomian rakyat kelas menengah – kecil dengan menahan sirkulasi dukungan kredit UKMK. Bahkan dengan masuknya kekuatan Kapitalis (pemodal) luar kedalam berbagai sendi ekonomi nasional (Pers, Perusahaan, LSM bahkan Parpol), telah membawa agenda atrategis-taktis yang cenderung menghancurkan moral manusia Indonesia, memperlemah dan memiskinkan mayoritas rakyat Indonesia, memperlemah fondasi Institusi Kekuatan Negara untuk seterusnya menguasai Indonesia, yang dapat kita cermati pada beberapa agenda sbb:

q Tayangan pers (TV nasional dan Internasional) berupa hiburan yang vulgar, masuknya jutaan VCD porno, Gencarnya arus Narkoba & Miras yang melibatkan oknum aparat TNI-POLRI,

q Liberalisasi persaingan ekonomi-perdagangan produk dari kekuatan besar asing melawan hasil rakyat Indonesia, meliputi beras, gula, kedele, hasil industri, transportasi, jasa keuangan dlsb.

q Campaign Kebebasan-Demokrasi, Issue pemutar balikan Fakta dengan sasaran Tekanan Indonesia untuk menuruti Agenda Kapitalis Poros AS (embargo Persenjataan, Perdagangan bebas, Keuangan hingga tekanan hubungan internasional),

q Tekanan issue pelanggaran HAM dan Terrorisme hingga aliansi Penciptaan Konflik / Teror di dalam negeri dengan sasaran Perubahan Sistem TNI-POLRI dan Restrukturisasi organisasi serta penciptaan stigma Islam dan perubahan Kurikulum Pesantren sesuai keinginan Poros AS,

q Dukungan pada Masyarakat Lokal propinsi (Papua, Aceh & Maluku) tentang HAM untuk dis-integrasi, manakala ada kebangklitan kesadaran untuk Peninjauan ulang bagi hasil aas perjanjian eksplorasi sumber daya alam yang lebih adil & fair yang dilakukan oleh Rezim Pemerintahan dan DPR sebelumnya (di Timika, perikanan, Migas dlsb),

Strategi dan agenda penghancuran moral oleh Kapitalis dan Kekuatan luar yang dilakukan oleh agen-agen asing, digalang dengan aliansi-kolaborasi dari dalam negeri yang meliputi elit-elit dalam Parpol, Elit Pejabat Pemerintah, Pers, Pakar, Akademisi yang telah di cuci otak sekolah di AS-Inggeris, LSM yang dibiayai asing (yang diakui KASAD Jend. Ryamizard Ryacudu terdapat 60.000 agen asing-pengkhianat di Indonesia) dan orang-orang dalam wadah ormas Islam atau Kristen. Agenda tersebut memperoleh dukungan dana, fasilitas dan sarana yang cukup besar dan terencana secara sistematis hingga agenda pertemuan pertengahan tahunan skala Internasional !.

Runtuhnya ekonomi nasional Indonesia akibat pengedukan kekayaan alam, perampokan korupsi & jebakan hutang Off-Shore kapitalis kini sedang diikuti oleh kehancuran moral Elit Negara (Politisi & Pemerintah) disatu sisi, masih tertahan oleh kekuatan bangsa-rakyat yang sebagian besar miskin namun masih memiliki moral yang baik (taat agama, memgang nilai adat, loyal pada negara, sosial). Pada tingkat institusi, khususnya TNI-POLRI masih memiliki kekuatan sistemik yang terbangun dalam loyalitas menjaga keutuhan sosial bangsa dibawah panji NKRI. Dua pilar kekuatan yakni, TNI-POLRI dan Rakyat, kini sedang menghadapi gempuran yang maha dahsyat dengan agenda-agenda diatas. Pilar fondasi TNI-POLRI masih memiliki kekuatan moral karena mayoritas prajurit berpangkat rendah, Pamen serta Pangti masih memgang teguh Sumpah Prajurit dan Sapta Marga, selain dasar sistem nilai Agama yang dianut. Mampukah dua pilar kekuatan rakyat dan prajurit ini bertahan menghadapi gempuran oleh berbagai agenda penghancuran moral ?.

Kondisi 160 juta rakyat yang kini hidup miskindalam situasi krisis nasional dan ditengah pengingkaran elit yang sedang dilanda krisis moral dengan budaya korupsi dan kemewahan, memberi gambaran paradoks sosial bangsa sesungguhnya – bertolak belakang dengan azas Pancasila – dalam wadah naungan NKRI yang mayoritas memeluk berkeTuhanan Yang Maha Esa (mayoritas Islam). Kondisi yang rapuh ini haruslah kita cari akar masalah dan sistem strategi-kebijakan kontrol Pemerintah dalam pembangunan moral dan sistem penangkalan atas perusakan serta sistem perbaikan (penyembuhan) kerusakan atas masalah krisis moral bangsa (khususnya para elit).


Kelembutan Tradisi-Falsafah Budaya Jawa

Menghadapi Pengingkaran dan Gempuran

KASUS: Industri BATIK & KAYU di Jawa.

Falsafah budaya Jawa, yang diresapi dan membentuk karater manusia-masyarakat Jawa telah melahirkan sosok peradaban masyarakat yang memiliki kearifan hati, keluhuran budi dan keteguhan jiwa yang memberikan keberkahan hidup, dalam kiprah dari hari ke hari ~ hasil mengolah sumber daya alam dan bahan industri ~ menjadi kerajinan batik (membatik) dan kerajinan kayu (nyerut, ngukir, mahat dan nyetel). Falsafah Jawa yang bernuansa kelembutan itulah, yang kini menjadi tonggk penghidupan – dan suatu gumpalan industri unggulan yang telah memberikan contoh peradaban yang maju. Meskipun kemajuan peradaban itu telah diingkari-dikhianati secara terencana-sistematis dalam masa Orde Baru, kearifan dan keteguhan jiwalah yang tetap menjaga kedua industri kayu dan batik mampu bertahan dan maju.

Kita dengar keseharian nasehat para orang tua pada anaknya, Le, gemi setiti ati-ati (Nak hemat dan hati-hati), Alon-alon waton kelakon (pelan-pelan asal berjalan), Becik ketitik Olo ketoro (baik-benar tertandai, salah-jelek akan kentara-jelas), Ojo dumeh (jangan sombong), gawean kudu ditresnani (pekerjaan harus diresapi-disenangi) adalah kata-kata singkat pesan yang membentuk watak pada anak, dengan contoh nyata yang diberikan. Kain batik yang kini menjadi kebanggaan kerajinan nasional, adalah hasil perpaduan seni dan industri, yang dimulai dari :

v Penggambaran sketsa desain (motif) oleh seni rupa tangan pensil diatas kain (mori), bermotifkan nuasa alam daun, bunga atau l;ingkungan sekitar,

v Penulisan atas motif diatas kain dengan Canting (alat pelukis diisi cairan malam (bahan lilin) panas-encer, atau dengan cara diCap yang telah dicetak dari tembaga, untuk menutup motif yang dibentuk dari proses pencelupan,

v Pencelupan (medel) kain yang telah di cap atau dicanting dengan air dan bahan pewarna yang dipanaskan, untuk mewarnai bagian yang tidak tertutup,

v Pengeringan dan pengerokan (pengelupasan) malam yang melindungi. Proses diulangi dengan penutupan lilin untuk motif lagi dan pencelupan berikutnya.

Proses diatas dilakukan secar cermat, pelan-pelan rutin dari pagi hingga sore hari, yang dilakukan oleh wanita (ibu-ibu) untuk Pencantingan ~ sambil mendengarkan tembang-tembang Jawa atau cerita Ketoprak sebagai inspirasi yang menjiwai kain batik. Pencelupan (pewarnaan) oleh pria. Untuk bahan kain ukuran lebar 110 cm dan panjang 200 cm, memerlukan waktu proses hingga 15-20 hari, tergantung pada kerumitan motif, kombinasi warna dan kehalusan gambar. Hasil penjualan kain batik dengan proses tangan (penulisan tangan) yang rumit dan sangat halus dengan bahan sutera bisa mencapai Rp.3–4 juta. Sedang dari bahan kain katun primisima, dapat mencapai Rp.1-2 juta. Ketekunan proses setiap hari dari buah kreasi seni, kerja fisik dan proses industri inilah yang menghasilkan produk kain batik berkualitas ~ yang digandrungi di berbagai negara. Budaya gemi-setiti (hemat & teliti) selain diterapkan dalam membatik, juga menabung sedikit demi sedikit, yang berlangsung setiap hari. Hasilnya, secara pelan dan pasti, muncul pengusaha-industri batik yang cukup tangguh di Solo, Yogya, Pekalongan dll.


Industri kerajinan kayu (ukir-pahat) di Jawa telah melahirkan peradaban masyarakat pengarjin kayu yang terkenal dengan hasil Ukir-ukiran & pahatan di Jepara. Filofofi sederhana dalam hidup keseharian dan proses pembuatan dilakukan secara teliti, dari pemilihan bahan kayu (Jati), pembelahan, pemotongan, pengambaran motif, dan pengukiran serta penyetelan hasil ukir-2an. Hasil kerjainan kayu Jepara yang tergolong paling rumit adalah Relief ~ berupa ukir-2an berbentuk 3 dimensi, yang biasanya bermotifkan perang Bratayuda, Arjuna dlsb yang diambil dari cerita pewayangan. Proses ketekunan, desain, mengukir, menyetel, mlitur (finishing) inilah yang menjadikan ukir-ukiran kerajinan kayu memberikan hasil yang penuh berkah bagi msyarakat Jawa, di Jepara, Solo, Kudus, Yogya, Banyuwangi dll. Khusus Jepara, hasil ekspor industri kerajinan kayu ke manca negara telah melebihi Rp. 1 triliun setiap tahun.

Curahan ekspresi dengan penuh kelembutan sepenuh hati, dalam melaksanakan kerja, menikmati hidup dari hasil kreasi dan keringat, memberikan atmosfir & nuansa kehidupan yang sungguh nyaman. Uang sepenuhnya dari hasil inilah yang memberikan jiwa Arif masyarakat Jawa, sehingga berkomunikasi dan ngobrol pun terasa lebih hidup.

Gambaran dalam 2 (dua) masyarakat Batik dan Pengrajin Kayu diatas, mengalami pertempuran hebat dengan masuknya Perusahaan dengan kekuatan Kapital, baik di Solo-Yogya-Pekalongan dan Jepara. Di Jepara, perusahaan besar dengan dukungan modal dari Italia, Korea Selatan, Singapura dan Belanda, sangat ramai masuk dan menyedot pekerja / pengrajin lokal Jepara. Demikian pula di Solo, pengrajin batik banyak disedot dan dijadikan “pekerja” atau buruh. Bahkan pada masa 1975 –1980 Industri kerjaninan Batik mengalmi tekanan “persaingan yang sangat tidak adil” oleh Kebijakan Pemerintah: Pembatasan kredit bank hanya Rp.50 juta, dan tekanan diberlakukan Pabrik Batik Cetak (Printing) dan pengadaan seragam sekolah & pegawai negeri (korpri) pada beberapa industri batik Non-Pri dalam jumlah besar. Konyolonya, Pak Haro dan Ibu Tien adalah putra-putri kelahiran Solo. Akibatnya, jumlah pengrajin dan industri batik menurun drastis, kios Pasar Klewer Solo sebagai kebanggaan pasar Batik terbesar di Jawa banyak yang dijual ke warga Non-Pri, banyak pengrajin tulen berpindah jadi pekerja (buruh). Demikian pula industri-pengrjin kayu Jepara, menghadapi tekanan-persaingan dari perusahaan besar dengan kekuatan modal besar & jaringan pasar. Pemerintah dalam masa Orba, Habibie, Gus Dur dan Mega pun tidak menunjukkan komitmennya dalam melindungi apalagi membesarkan mereka sebagai pribumi Indonesia (pengkhianatan). Manakala kita bicara pribumi atau membahas pribumi dalam dialog-seminar dituduh melanggar SARA oleh Pemerintah, pakar sesat dan bahkan media pers (Suku agama ras & antar keturunan), padahal kebijakan yang dilakukan dipenuhi SARA ~ ibarat Maling teriak maling.

Matikah industri Batik dan Pengrajin Kayu di Jawa oleh pengkhianatan tersebut ?. Sejatinya falsafah Jawa dalam peradaban yang memperoleh keberkahan ILLAHI itulah yang melindungi dan menjaga, eksistensi dan kelestariannya.

Kajian ringkas diatas, garuslah memberi gambaran tentang pengingkaran bagi kaum generasi muda dan pribumi untuk sadar dan menggalang kebangkitan, untuk mengambil langkah memperjuangkan Hak-hak warga Pribumi dan mengawasi Pemerintah-Legislatif dalam memegang Amanat Rakyat dan Kewajibannya pada pribumi – yang pada akhirnya adalah Wujud Hakiki dan Tanggung Jawab Pemerintah pada rakyat. Kaum muda mari berjuang secara kompak untuk kemajuan kaum pribumi.